Selasa, 14 Desember 2010

Rajamandala Pintu Gerbang Yang Terabaikan


Jembatan Citarum Rajamandala, yang dulunya Disebut Jembatan TOL


RAJAMANDALA adalah kota kecil di kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung, Jabar. Daerah ini memang tidak seistimewa kota-kota lain di Bandung barat, namun mau tidak mau kota inilah salah satu pintu gerbang Kabupaten Bandung.

Melalui Rajamanda-lah kita akan memasuki Kabupaten Bandung, begitu juga bila kita akan menuju ibukota Provinsi Jawa Barat. Kondisi itulah yang membuat Rajamandala sebuah kota yang dapat dibilang strategis.

Tentunya penataan serta pembangunan di kota kecamatan ini akan memberikan citra yang positif terhadap Pemerintah Kabupaten Bandung, juga Propinsi Jawa Barat.

Tidak bisa dipungkiri keberadaan Rajamandala telah dikenal sejak lama. Apalagi ketika dibangunnya jembatan tol yang melintasi sungai Citarum menghubungkan Kabupaten Bandung dengan Kabupaten Cianjur.

Pada waktu itu, Rajamandala menjadi pusat perhatian jutaan mata di seluruh Indonesia tatkala Presiden meresmikan jembatan tol yang terpanjang dan termodern di Jawa Barat.

Keterkenalan Rajamandala juga terdorong dengan dibangunnya proyek raksasa berupa Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Saguling. Yang sampai saat ini bermanfaat sebagai stok ribuan watt tenaga listrik untuk kepentingan manusia.

DCC (Dam Control Center) Bendungan Saguling


Bukan itu saja, potensi di wilayah kecamatan Cipatat yang terkonsentrasi di Rajamandala memiliki berbagai potensi yang belum mendapat sentuhan investor.

Diantaranya, obyek wisata pemandian air panas di desa Rajamandala kulon, Gua Sangiang tikoro, Gua Sangiang Poek yang berada di bantaran Sungai Citarum, Curug Jawa serta kawasan perkebunan Coklat PTP XII yang menghijau di sela-sela pegunungan dan adanya pusat latihan TNI yang lebih dikenal dengan lapang tembak.

Selain itu, daerah Rajamandala atau wilayah kecamatan Cipatat dalam perkembangannya banyak dijadikan sebagai daerah penyangga dan peristirahatan bagi penduduk dari kota kembang bandung dan Cimahi. Mereka sengaja memilih pindah ke daerah ini, karena tidak terlalu jauh dari tempat mereka bekerja.

Maka tidak heran bila perkembangannya lebih ditandai dengan pembangunan perumahan dibanding sektor perindutrian.

Perkembangan yang lainnya, Rajamandala sebagai daerah lintasan jalan protokol yang menghubungkan Kota Provinsi Jawa Barat dengan kota lainnya termasuk Ibukota RI, Jakarta. Mendorong semakin banyaknyapara pedagang yang membuka usahanya di pinggir jalan di sepanjang jalur Rajamandala, Cipatat, Cibogo sampai Ciburuy kecamatan Padalarang.

Usaha yang dilaksanakan sangat bervariasi, mulai dari rumah makan, kios-kios cinderamata, sampai pada kios jajan khas. Misalnya saja peuyeum bandung, ubi bakar, air kelapa muda dan kios-kios buah-buahan khas daerah untuk oleh-oleh maupun untuk dinikmati para pengguna jalan ketika beristirahan melepas lelahsebelum melanjutkan perjalanannya.

Bahkan tidak ketinggalan ada yang sengaja membuka pasilitas hiburan, seperti sanggar jaipongan dan tempat karaoke.

Berkembangnya daerah ini sebagai daerah peristirahatan, didorong dengan keadaan alam dan keasriannya yang cukup baik. Namun dibalik keasriannya juga tersimpan kesan daerah itu sebagai daerah yang masih tertinggal dalam gerak pembangunan secara umum dari kecamatan tetangganya.

"Memang dalam segi yang lain terlihat adanya kemajuan, namun bila melihat secara keseluruhan pembangunan yang mampu memberdayakan masyarakat masih tertinggal dari daerah lain," ujar Drs Pramajati salah seorang tokoh pemuda Kecamatan Cipatat di Rajamandala.

Disamping itu, dengan tumbuh berkembangnya daerah itu sebagai kawasan peristirahatan, juga masih diwarnai oleh berdirinya warung remang-remang yang sampai saat ini belum mampu diatasi oleh pihak pemerintahan baik kecamatan maupun Kabupaten. Padahal bila melihat visi Kabupaten Bandung untuk menciptakan masyarakat Bandung yang religius sudah sepantasnya ada tindakan yang tegas dan berkesinambungan. "Memang sampai saat ini warung remang - remang masih ada, hanya sekarang tidak terlalu banyak karena sering dirajia," ujar Pramajati membenarkan.

Masih adanya wareng menimbulkan perasaan prihatin dan sekaligus merasa risi. Dikalangan masyarakatpun mengakui adanya perasaan minder bila mengaku penduduk Rajamandala atau Cipatat, karena terkesan kurang menyenangkan.

Padahal pemilik wareng serta penghuninya berasal dari daerah luar. Oleh karena itu, mereka mengharap adanya kerja keras dari aparat yang terkait untuk melarang dan sekaligus merajia kegiatan yang di laksanakan di wareng tersebut. "ya sebaiknya terus dipantau dan dirajia agar bersih dari warung remang-remang," jelas Pramajati.

Penduduk setempat sendiri dikenal sangat religius, terbukti dengan banyaknya pondok pesantren, majlis taklim, yang tersebar di setiap kampung di kecamatan Cipatat. Bahkan di Rajamandala terdapat dua sekolah yang afiliasinya di bidang keagamaan seperti Madrasah Tsanawiyah Al-Mukhtariyah dan Madrasah Aliyah yang cukup diakui eksistensinya oleh masyarakat.

Permasalahan lain yang masih dihadapi masyarakat, belum memadainya sarana pembelanjaan bagi masyarakat. Keberadaan pasar inpres Rajamandala-pun yang berlokasi pada pertigaan jalur jalan Jakarta Bandung dengan jalur jalan menuju PLTA Saguling terkesan kumuh.

Akibatnya para pembeli enggan untuk berbelanja di pasar tersebut. Hal itu pula yang mendorong para pedagang untuk tetap berjualan di jalan protokol sebagai PKL(Pedagang Kaki Lima).

Mereka lebih memilih menantang bahaya dengan menggelar dagangannya dipinggir jalur jalan protokol ketimbang menempati kios di pasar inpres.

Padahal akibat perbuatannya selain berbahaya bagi dirinya, juga mengganggu pengguna jalan. Kesemrautan dan kemacetan senantiasa terjadi akibat para pembeli dan pedang tumpah ke jalan.

"Seharusnya pemkab Bandung sudah mulai membenahi kecamatan Cipatat, terutama masalah pasar tumpah yang selama ini seolah tak terpikirkan," ungkap Harun (41) tokoh masyarakat Rajamandala, seraya menjelaskan daerah Rajamandala bisa dibilang daerah yang berpeluang untuk dijadikan sebuah kota yang produktif.

Hal itu didasarkan letaknya yang bisa dijangkau dari beberapa kecamatan yang berdekatan. Dia juga mengatakan bila di Rajamandala ada sebuah tempat perbelanjaan yang tergolong baik, maka masyarakat yang berada di kecamatan Cipeundeuy, Cipongkor dan Batujajar akan lebih dekat berbelanja di Rajamandala.

"Yang belanja ke Rajamandala bukan saja penduduk Cipatat melainkan dari kecamatan Cipeudeuy, Cipongkor, Saguling dan masyarakat kecamatan Batujajar yang berada di wilayah genangan Saguling," katanya.

Jembatan Lama Citarum (masih asli sejak dulu) :
Jembatan Lama Rajamandala


Sebenarnya pihak desa dan Kecamatan Cipatat melalui ketertiban telah melakukan berbagai upaya dalam menertibkan para PKL. Namun hasilnya masih nihil, karena sementara ini PKL tetap berjualan di pinggir jalan protokol."Kami terus melaksanakan imbauan terhadap PKL, yah hasilnya masih sama seperti sekarang, tapi bila ada pasar yang lebih luas dan baik mungkin bisa diarahkan," kata kepala Desa Rajamandala kulon, Yayu W kepada Pelita.

Laporan Ia Mugiana, Kabupaten Bandung Barat (Harian umum pelita)